Dahulu sejak kepemimpinan Raja Sisingamangaraja I, raja-raja Batak memiliki senjata andalan bernama piso gaja dompak. Nama tersebut sesuai bentuk ukiran seupa gambar gajah yang terdapat pada penampang gagang pisau. Orang Batak meyakini bahwa piso gaja dompak memiliki kekuatan supernatural sehingga tidak diproduksi secara massal.
Foto Prof. Dr. Laurence Adolf Manullang, SE., SP., MM dalam acara Horja Bolon DMAB-LABB, di Jakarta. …lanjutan Bagian II Media Bagaimana pasukan Belanda memastikan bahwa yang tertembak itu adalah Raja Sisingamaraja, mengingat sebelumnya dikisahkan bisa menghilang? Foto Piso Gaja Dompak milik Raja Sisingamangaraja XII Prof Dr. Laurence M Belanda mendatangkan sahabat Raja Sisingamaraja yang merangkap informan beliau di Balige, yaitu ompung Manullang, ayah dari Tuan Manullang. Ompung ini mengidentifikasikan mayat itu melalui dua ciri khas yaitu Melihat bekas luka beliau di bahu pada waktu perang Pulas di Balige; dan kedua adalah, setelah dibuka mulutnya dan memang lidahnya berbulu. Maka jelaslah bahwa yang gugur itu adalah Raja Sisingamaraja XII. Media Ngomong-ngomong, kenapa Raja dan Ratu Belanda datang ke Tanah Batak, tapi tidak mampir ke Bakkara sebagai tanah leluhur dan tempat makam Raja Sisingamangaraja XII ya pak Prof? Prof. Dr. Laurence M Ya memang mungkin tidak ada yang menjadwalkan Raja dan Ratu Belanda kunjungi Bakkara secara khusus. Tentu itu dapat dipahami. Karena bisa saja mengingatkan luka lama. Apalagi kalau benar peristiwa genosida pembakaran seluruh asset bangunan kerajaan SSM XII dan perampasan benda-benda pusaka warisan turun-temurun mulai dari SSM I sampai XII, ketika perang Batak. Maka itu hanya bisa diampuni dengan mengadakan Horja Bolon Pesta derderajat tinggi antara Pemimpin Batak dengan Raja Belanda. Horja Bolon itu sebagai sendi dan seni Perdamaian Dunia yang merupakan prinsip Perdamaian Universal yang ditegakkan oleh UN United Nation, dimana semua anggota UN wajib melakukan itu. Diplomat Dewan Mangaraja Adat Batak LABB Lokus Adat Budaya Batak yang ahli dibidang itu, nampaknya perlu melakukan upaya diplomasi kreatif dan terukur. Media Bagaimana tadi kelanjutan cerita penyerangan serdadu Belanda terhadap Raja Sisingamangaraja. Apa yang Prof ketahui lagi? Prof. Dr. Laurence M Dua hari setelah Sisingamangaraja XII gugur, yaitu tanggal 19 Juni 1907, terjadi reaksi terhadap Belanda di Simanullang Toruan, di Sihotang, dan daerah Samosir bergolak. Namun semua yang mengadakan perlawanan ditangkap. Ompu Tuan Nabijak Manullang kemudian didenda 3000 guilders. Sihotang didenda 1000 guilders. Ompu Marhehe Malau bersama 10 anak buahnya gugur. Kemudian terjadi pemberontakan Si Hudamdam. Namun pemimpinnya berhasil ditangkap, seperti Laham Manullang dan Biding Simatupang, yang kemudian diketahui dibuang ke Digul. Sedangkan Ompung Tanggurung Munte, dibuang ke Ombilin, Sawahlunto. Ompung Ganjang Manullang dibuang ke Gunung Sitoli. Garam Manullang dibuang ke Nusakambangan. Peter Manullang dibuang Tanah Grogot, Kalimantan. Mereka masing-masing dihukum 8 delapan tahun. Belanda memang marah, sebab dalam pemberontakan si Hudamdam ini, kanselir WCM Muller Siborong-borong tewas. Demang dan Asisten Demang Siborong-borong juga luka-luka. Namun sebelum Sisingamangaraja XII gugur tahun 1907, Guru Somalaing Pardede, seorang datu, Panglima Sisingamangaraja XII, dan Pemimpin aliran Parmalim, dibuang pasukan Belanda ke Kalimantan, dan meninggal disana pada tahun 1896. Foto Lukisan Raja Sisingamangaraja XII Media Wah, 3000 gulden? Kira-kira senilai berapa itu sekarang? Dan banyak yang dibuang Belanda kemana-mana ya?. Prof. Dr. Laurence M Ya. Ternyata pahlawan Kemerdekaan itu sangat banyak dari Tanah Batak, yang gugur dan ditangkap Belanda. Itu saja yang berada di lingkungan kerajaan. Belum lagi pejuang-pejuang Batak lainnya. Bahkan sampai di denda gulden. Itu bisa membeli mobil Hammer anti peluru, kalau di investasikan sejak perang Batak sampai sekarang. Makanya di tanah Batak itu terukir sejarah monumental yang tidak bisa dilupakan. Bahkan pada waktu saya mampir di Belanda tahun 1976 itu tadi, saya suruh orang Belanda itu angkat koper saya dari lobby ke kamar hotel. Karena saya melihat udah agak tua, saya pikir pasti tentara pensiunan yang pernah bertugas di Indonesia. Tapi kasihan juga dan nggak tega. Saya kasih juga tip. Hmm… Media Raja Sisingamangaraja diketahui juga ahli strategi. Bagaimana dulu kira-kira strategi perangnya, dalam menghadapi Belanda ya? Prof. Dr. Laurence M Sisingamangaraja-lah yang mengumumkan perang Pulas tahun 1878, dan perang pertama diadakan di Toba Balige. Alpiso, putra Ompu Bontar Siahaan, Panglima Sisingamangaraja memobilisasi bala tentaranya dari Tangga Batu, bergabung dengan pasukan Sisingamangaraja yang lain di Balige, untuk menghadapi Belanda. Kemudian Raja Partahan Bosi dari Si Raja Deang Hutapea, Panglima SSM XII di Laguboti yang terkenal dengan hoda Bonggalanya, ikut perang pula. Pasukan Raja Sijorat Panjaitan yang mempunyai ilmu sangat tinggi juga bergabung dengan rakyat, dan tidak tinggal diam. Semua angkat senjata menghadapi Belanda, hingga kemudian Belanda kewalahan. Dari info inteligent, para Panglima SSM XII dapat info, bahwa bala bantuan tentara Belanda lengkap dengan meriam didatangkan dari Tarutung, Tapanuli. Maka para Panglimanya menyarankan agar SSM XII menyingkir ke Bakkara dan menantikan Belanda untuk pertempuran dahsyat di Bakkara. Disitulah ditemukan kekompakan orang Batak dalam menggelar perang rakyat semesta. Foto Makam Raja Sisingamangaraja XII di Bakkara Kemudian, menjelang tanggal 29 April 1878, Si Raja Deang Hutapea siap dengan tentaranya. Raja Sijorat Panjaitan dari Sitorang siap bersama para pejuang tangguh. Dari Pangaribuan dan pasukan Panglima Alpiso Siahaan dari Tangga Batu, dan pasukan setia lannya SSM XII sendiri siap untuk perang Pulas tanggal 29 April 1878 di Balige. Dan dibantu oleh pasukan perang dari uluan dan Porsea Media Mengenai kesaktian Piso Gaja Dompak itu, pangkal pisaunya satu tapi katanya ujung depannya bercabang dua, sehingga tidak bisa dicabut oleh siapapun selain SSM I sampai XII. Benarkah? Prof. Dr. Laurence M Ya, kalau menurut legenda, tatkala Piso Gaja Dompak itu bisa dicabut, maka piso itu marmehet-mehet berdesir-desir seperti suara kambing. Yang jelas, pisau itu hanya ada di kalangan keturunan raja. Ceritanya, ketika SSM XII berumur 6 tahun, dia memanjat pohon dan menggantungkan kakinya di cabang pohon, tapi kepalanya kebawah. Apa yang terjadi? Seketika itu juga, semua padi di Bakkara posisinya menjadi terbalik, dimana akar padi itu keatas dan ujung daun padi menukik kebawah. Lalu masyarakat setempat menyampaikan itu kepada SSM XI. Maka SSM XI pun sadar bahwa calon penggantinya telah lahir. Itu fakta bahwa Piso Gaja Dompak adalah tanda keselamatan Batak dari Mulajadi Nabolon, yang diserahkan kepada Raja Uti, dan selanjutnya dihadiahkan kepada SSM I sampai XII. Sebab Raja Uti itu lahir tidak mempunyai kaki dan tangan. Wajahnya juga berbeda dengan manusia biasa. Tubuh Raja Uti penuh dengan Rambut yang tidak bisa digunting dengan apapun. bersambung ke Bagian III Raja dan Ratu Belanda Datang, Jadi Ingat Piso Gaja Dompak Raja Sisingamaraja Sudah Kembali Bagian III Editor Danny PH Siagian, SE., MM Baca Juga Pengunjung 9,051 Continue Reading
Galeriini menampilkan diorama perjuangan dari Pahlawan Nasional dari Tanah Batak, Sisingamangaraja XII. Dalam galeri ini terdapat patung Sisingamangaraja lengkap dengan pakaian kebesaran sebagai pemimpin rakyat Batak pada masa itu dan tak lupa menyandang tongkat Tunggal Panaluan dan replika Piso Gaja Dompak yang menjadi senjata pusaka beliau dalam memerintah dan dalam masa peperangan.
Blog Batak – Sebagai orang Batak tentu ada baiknya kita pun mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya Batak. Termasuk senjata tradisional, itu adalah salah satu benda yang wajib kita tahu juga. Nah, salah satu senjata tradisional yang cukup terkenal dari Tanah Batak adalah Piso Gajah Dompak warisan sang Raja Sisingamangaraja I. Sudah pernah dengar nama senjata tersebut? Atau, sudah tahukah bagaimana bentuknya? Mari kita cari tahu, yuk! Mengenal Piso Gajah Dompak dari Suku Batak image dari Piso Gajah Dompak dahulu digunakan oleh para raja saja dan dipercaya memiliki kekuatan sakti. Ya, senjata tersebut tidak digunakan oleh mereka yang berada di luar kerajaan. Memang belum ada catatan resmi mengenai asal mula senjata tersebut namun mitos berikut dipercaya sebagai asal mula senjata Piso Gajah Dompak dari Tanah Batak. Dikisahkan Bona Ni Onan, yaitu putra paling muda dari Raja Sinambela melakukan perjalanan jauh. Namun sepulang dari perjalanan tersebut, Bona Ni Onan menemukan istrinya bernama Boru Borbor sedang dalam keadaan hamil tua. Bona Ni Onan meragukan kondisi hamil istrinya tersebut. Hingga suatu malam dalam tidurnya, dia didatangi oleh roh yang mengatakan bahwa anak dalam kandungan sang istri adalah titisan dari Roh Batara Guru yang nantinya akan memiliki gelar Sisingamangaraja. Bona Ni Onan pun menanyakan perihal mimpi tersebut kepada istrinya. Kemudian, sang istri menceritakan bahwa pada saat dia mandi di hutam rimba dalam bahasa Batak disebut tombak sulu-sulu, terdapat cahaya yang kemudian merasuki tubuhnya serta tedengar suara gemuruh. Oleh karena itulah, sang istri pun hamil. Benar saja, masa kehamilan yang dialami sang istri sampai dengan 19 bulan dan kelahiran putranya tersebut sungguh tak biasa. Kelahiran putra tersebut disertai gempa bumi dan badai. Putra mereka pun dinamai Manghuntal yang artinya “gemuruh gempa”. Tak hanya sampai di situ saja, Manghuntal juga memiliki kemampuan-kemampuan ajaib! image dari Di usia remajanya, Manghuntal bertemu dengan Raja Mahasakti bernama Raja Uti agar mendapatkan pengakuan. Ketika menemui Raja tersebut, Manghuntal disuruh menunggu sembari menikmati makanan yang telah disajikan oleh istri sang raja. Saat makan, dia tak sengaja melihat Raja Uti bersembunyi dengan wajah seperti moncong babi di atap. Raja Uti pun memberi salam pada Manghuntal dan bertanya maksud kedatangannya. Manghuntal menyampaikan maksud kedatangannya untuk meminta satu ekor gajah putih. Permintaan tersebut dituruti dengan satu syarat jika Manghuntal berhasil membawa pertanda dari kawasan Toba. Manghuntal pun berhasil dan membawa syarat tersebut dan Raja Putih pun memberikan apa yang diminta oleh Manghuntal yaitu gajah putih dan dua pusaka kerajaan yakni tombak Hujur Siringis dan Piso Gajah Dompak. Kisah turun-temurun mempercayai bahwa Piso Gajah Dompak tersebut tak bisa dilepas dari pembungkus terkecuali oleh orang yang punya kesaktian. Manghuntal-lah yang mampu membukanya dan hingga akhirnya dia menjadi seorang raja dengan gelar Sisingamangaraja I. Gelar Raja Sisingamangaraja selanjutnya pun hanya bisa diperoleh oleh seseorang yang bisa mencabut senjata Piso Gajah Dompak dari pembungkusnya. Kemudian, dia juga harus mampu menunjukkan tanda-tanda seperti mukjizat seperti misalnya menurunkan hujan dan lainnya. Tak Hanya Sakti, Piso Gajah Dompak Punya Filosofi image from Tak hanya dikenal dengan kesaktian serta dikultuskan, senjata tradisional suku Batak tersebut memiliki filosofi tesendiri. Terdapat beberapa simbol pada senjata tersebut. Bentuknya yang runcing mengartikan kecerdasan berpikir serta tajam untuk melihat peluang dan masalah. Ukiran gajah pada senjata tersebut juga dianggap berasal dari mitos gajah putih yang diminta oleh Sisingamangaraja I atau Manghuntal. Jadi, secara garis besar, diharapkan pemimpin suku Batak tersebut dapat berpikir cerdas dan bertanggung jawab pada rakyatnya. Filosofi ini juga yang tak jarang memengaruhi orang Batak untuk berpikir cerdas dan menjadi pemimpin. Lalu, sekarang dimanakah, senjata berbentuk mirip keris tersebut? Piso Gajah Dompak sekarang berada di Museum Nasional setelah diberikan kepada negara. Sebelumnya, pisau tersebut disimpan oleh putri dari Raja Sisingamangaraja XII, bernama Sunting Mariam. Diceritakan oleh salah seorang cucu dari Sisingamangaraja bahwa Sunting Mariam pernah bercerita terdapat delima merah di bagian pangkal pisau tersebut dan dia sendiri juga melihatnya ketika pisau tersebut sudah ada di museum. Sudahkah kamu pernah melihat pisau dari Tanah Batak nan legendaris ini? Tapi ada juga sumber yang mengatakan bahwa pisau tersebut sekarang berada di salah satu museum di Belanda. Mari kita cari tahu lagi, ya. Yang pasti, pisau atau keris, senjata tradisional dari tanah Batak tersebut punya filosofi yang patut kita renungkan pula sebagai orang Batak. Tak perlu jadi sakti juga, namun di zaman modern ini, kita perlu benar-benar menjadi orang yang bertanggung jawab dan mampu menjadi orang yang mampu menginspirasi banyak orang. Horas! RELATED POSTS Watch LaterAdded Watch LaterAdded Watch LaterAdded Watch LaterAdded Watch LaterAdded Watch LaterAdded
Duapedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang - pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.
– Senjata merupakan salah satu peralatan yang telah ada sejak manusia ada. Fungsi senjata digunakan untuk berburu hingga mempertahankan diri. Senjata pun beragam jenisnya, termasuk milik Suku Batak dari Provinsi Sumatera Utara. Kali ini, redaksi mengulas salah satu senjata tradisional yang dimiliki suku Batak. Dua filosofis dari makna Piso Gaja Dompak’ yang artinya? Nama piso gaja dompak terdiri dari kata piso artinya pisau, berfungsi untuk memotong, menusuk. Berbentuk runcing dan juga tajam. Dan Gaja Dompak karena berbentuk ukiran berpenampang gajah di tangkai pusaka kerajaan Batak. Piso Gaja Dompak, senjata tradisional Suku Batak yang diyakini sudah ada sejak zaman Kerajaan Batak, dan menjadi salah satu pusaka. Keberadaan pusaka ini gak bisa dipisahkan dari perannya dalam perkembangan kerajaan Batak. Walaupun berfungsi sebagai senjata, Piso Gaja Dompak gak boleh dimiliki sembarang orang. Hanya keturunan raja-raja saja yang boleh memiliki. Senjata ini adalah pusaka yang dikultuskan. Gak bisa dimiliki oleh orang di luar kerajaan. Masyarakat cuma dibolehkan menggunakan senjata lain seperti Piso Karo, Piso Senelenggam, Piso Gading, dan sebagainya. Meskipun belum ditemukan pasti kapan tepatnya senjata ini pertama kali dibuat, tapi senjata yang berbentuk pisau, berhubungan erat dengan kepemimpinan Raja Sisingamangaraja I. Dalam mitosnya diyakini Sisingamangaraja I, dikultuskan sebagai titisan Batara Guru. Saat itu, Manghuntal dewasa mampu mengeluarkan Piso Gaja Dompak dari sarungnya, sehingga Manghutal pun didaulat sebagai raja. Kisah dalam mitos itu begini kisahnya. Berkisah tentang seorang bernama Bona Ni Onan, putra bungsu dari Raja Sinambela. Dalam cerita ini dikisahkan selepas dari melakukan perjalanan jauh. Bona Ni Onan terkejut, istrinya Boru Borbor hamil besar. Tak kuasa dengan rasa yang berkecamuk di dalam dada, ia meragukan kandungan sang istri. Hingga suata malam, dalam mimpinya didatangi roh yang mengatakan anak dalam kandungan merupakan titisan dari Roh Batara Guru. Kelak besar nanti, dalam mimpi diceritakan akan menjadi raja, bergelar Sisingamangaraja. Berceritalah Bona Ni Onan kepada sang istri, bahwa semalam bermimpi dan Bona lupa akan marahnya. Sikapnya sebagai suami butuh memastikan. Ada apa dengan mimpinya malam tadi. Saat bercerita, lain lagi jawab sang istri. Malah turut menambahkan keseruan kisah ini. Istrinya pun juga bercerita sewaktu dia mandi di Tombak Sulu-sulu hutan rimba, terdengar gemuruh suara menakutkan. Tiba-tiba, cahaya merasuki tubuh dan menggetarkan sekujur badan. Sekejap diceritakan, tiba-tiba bentuk tubuh berubah. Dirinya terlihat mirip perempuan hamil. Saat itu, sang istri percaya dirinya bertemu roh Batara Guru. Berjalan dengan waktu dalam mitos ini menambahkan, masa kehamilan dilewati hingga 19 bulan lamanya. Saat kelahiran, terjadi lagi peristiwa yang ajaib dan penuh keanehan. Tiba-tiba saja terjadi badai topan dan gempa. Bumi bergoncang kuat-kuat. Anaknya pun lahir selamat. Dia laki-laki. Putranya diberi nama Manghuntal, arti nama Manghuntal lahir karena keadaan gemuruh dan gempa-gempa. Cerita berikutnya, Manghuntal dewasa. Dalam masa pertumbuhan dan kematangan Manghuntal makin melihatkan kelebihan. Kedua orangtua makin mantap. Keyakinan mereka bertambah-tambah. Memperkuat ramalan, kelak Manghuntal adalah raja di masa mendatang. Manghuntal pun pergi bertemu Raja Uti, Raja yang Mahasakti. Manghuntal memberanikan diri berkat dorongan kedua orangtua agar mendapatkan pencerahan mirip nasihat-nasihat gitulah. Pergilah, dan sampai juga ia di kerajaan. Dalam masa menunggu, disambut istri raja. Manghuntal disuguhkan makanan enak. Di atas meja, terhidang makanan enak-enak. Semua tersaji. Istri raja bertanya, dan Manghuntal jawab dengan santun. Manghuntal terhentak. Percakapan terputus. Rupanya saat Manghuntal menikmati hidangan, raja sedang memperhatikan. Dan mata orang biasa gak akan bisa melihat wujud asli sang raja. Suara raja bergema dan menyapa Manghuntal. Berceritalah maksud kedatangan Manghuntal menemui raja. Peristiwa yang dialami orang tua, ia sampaikan. Selain itu, Manghuntal juga punya keinginan. Menurut mitosnya lagi, sang raja bisa mengabulkan semua permohonan. Ia memberanikan diri meminta gajah putih. Raja U’ti pun mengabulkan tapi dengan sejumlah persyaratan. Manghuntal diberikan perintah untuk membawa sesuatu yang ada di wilayah Toba, Manghuntal pun mengamini. Ia nurut dan berhasil kembali membawa sejumlah yang diminta raja U’ti. Setelah itu, Manghuntal kembali menemui Raja Uti. Semua persyaratan berhasil ia selesaikan. Sang Raja terkagum, dan permohonan dikabulkan. Ia sungguh gembira. Rasa bahagianya jadi makin-makin. Gak cuma seekor gajah putih tapi juga dua pusaka kerajaan diberikan, Piso Gajah Dompak dan tombak. Raja U’ti menamakan pusaka ini, Hujur Siringis. Konon, Piso Gaja Dompak tidak bisa dilepaskan dari pembungkusnya kecuali oleh orang yang memiliki kesaktian. Manghuntal bisa membuka. Pasca itu, Manghuntal benar-benar jadi raja dengan nama Sisingamangaraja I, hingga saat ini masyarakat Batak masih mempercayai. Kepercayaan ini bukan tanpa sebab, karena sumber mitos berasal dari tradisi lisan yang tercatat dalam aksara. Piso Gaja Dompak berbentuk panjang, runcing, pipih, dan tajam, tapi pisau ini tidak digunakan untuk melukai ataupun membunuh orang. Piso Gaja Dompak hanyalah pusaka dan perantara magis. Dalam pusaka terkandung kekuatan supranatural yang bisa digunakan untuk mengembangkan Kerajaan Batak. Kekuatan magis menyatu bersama pusaka. Dan bagi yang memakai mendapatkan kharisma dan kebijaksanaan. Pisau berukuran lebih panjang dari belati, dan lebih pendek dari pedang. Ukiran berbentuk gajah yang ada di gagang diduga berkaitan erat dengan mitos tentang Manghutal tadi, selain mendapatkan Piso Gaja Dompak, Manghutal juga diberikan kadigdayan berbentuk seekor gajah putih. Piso Gaja Dompak memiliki gagang dan sarung. Warna hitam dengan garis kuningan. Dan di pangkal tangkai ada ujung sarung. Bentuknya runcing dalam Bahasa Batak disebut Rantos, Makna yang terkandung adalah seorang raja harus memiliki kecerdasan dan ketajaman dalam menganalisa. Intuisi dan kecerdasan intelektual dalam selesaikan semua masalah, dan peluang. Termasuk soal leadership dalam mengambil keputusan. Sobat Pariwisata Indonesia, yuk kita syukuri dan patut berbangga karena Pusaka dari suku Batak, Piso Gajah Dompak’ milik Raja Sisingamaraja XII telah diserahkan kepada Republik Indonesia, dan disimpan di Museum Nasional di Jakarta dengan Nomor Registrasi 13425. Sebelumnya berada di Museum Belanda di Den Haag. Nita/Kusmanto
BenderaSisingamangaraja XII Pahlawan Tanah Batak Sumatera Utara dan salah satu pejuang yang melawan Belanda.Ia diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai P
Piso Gaja dompak form of long keris is a symbol of the reign of King SiSingamangaraja important. Traditional weapon used by the general public is a kind hujur Podang spears and swords similar length. Piso Gaja dompak is the traditional weapon from North Sumatra. The name piso gaja dompak is taken from the piso word meaning knife serves to cut or stab, and pointy and sharp shape. Named Gaja dompak as it means elephant-shaped carving on the arms stalk. Piso Gaja dompak, typical weapons tribal Batak is a royal heritage batak. The existence of these weapons can not be separated from its role in the development of Batak kingdom. This weapon is only used among the kings alone. Given this weapon is also a royal heritage, this weapon is not created to kill or injure another person. As heirloom, this weapon is considered to have supernatural powers, which will give spiritual strength to its owner. This weapon is also a cult object and possession of these weapons is limited to descendants of the kings, or in other words, these weapons are not owned by people outside the kingdom. Implied that the Batak leaders must have the sharpness of thought and intelligence in seeing a problem. Always perform deliberation in making decisions and taking action as a form of 'intelligence and sharpness of thinking and seeing the issue. Piso Gaja dompak is the symbol of the greatness of a leader Batak. The leaders have the intelligence to do justice to the people and responsible to God. source various sources
Tingkimangalo Korps Marsose, Sisingamangaraja XIImaniop Piso Gaja Dompak. Tantara Kopral Souhoka, manembak uluna, topet dipinggol ni Sisingamangaraja XII. Dihamamateanna didok nasida ma, Ahuu Sisingamangaraja. Tingki i, dohot do monding anakhonna, dua baoa i ma Patuan Nagari dohot Patuan Anggi, lopus boruna i ma margoar Lopian.
. 16 58 446 497 400 144 99 173
piso gaja dompak sisingamangaraja